Oleh: Andreas Piatu
Sinar Harapan | JAKARTA - Pemda Jakarta sudah menggulirkan bus sekolah gratis. Sebanyak 34 bus sekolah gratis dioperasikan di kawasan permukiman lima wilayah Jakarta.
Para siswa tinggal memanfaatkan dan menggunakan untuk berangkat atau pulang sekolah. Tidak ada alasan lagi, kesulitan mendapatkan bus saat berangkat ke sekolah atau sebaliknya pulang sekolah.
Para siswa pun harus menjaga agar bus sekolah tidak rusak atau penuh coretan. Seperti dikatakan Gubernur Jakarta Sutiyoso saat meluncurkan bus sekolah gratis, para siswa harus ikut menjaga bus agar tidak rusak dan penuh coretan.
Bus sekolah gratis, kata Sutiyoso, sebagai bentuk komitmen Pemda Jakarta terhadap pendidikan. Cara pandang Pemda Jakarta beda dengan pandangan Indah Suksmaningsih dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
[more]
Bagi Indah, bus sekolah gratis tidak mendidik karena yang menggunakan tidak hanya para siswa dari keluarga miskin. Menyediakan bus gratis beda dengan pelayanan kesehatan gratis bagi kaum miskin.
Pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin karena mereka benar miskin dan tidak ada orang mau sakit walaupun gratis. Sementara itu, bus gratis tidak semuanya buat orang miskin.
”Karena itu, apa pun bentuknya harus ada kontribusi dari siswa agar ada rasa tanggung jawab, rasa memiliki dan itu namanya mendidik,” katanya.
Model kontribusi dengan tetap bayar walaupun tarif serendah mungkin. Pembayaran bisa melalui sekolah atau cara lain. Yang penting tidak gratis. Dengan demikian, siswa merasa memiliki, rasa ikut bertanggung jawab dan menjaga kebersihan dan kelangsungannya.
“Dari kecil sudah harus ditanamkan rasa tanggung jawab. Sejak masih pelajar harus dididik rasa tanggung jawab dan karena itu tidak bisa gratis. Orang harus bekerja keras, berjuang dan bukannya memanjakan,” kata Indah.
Indah boleh saja benar. Bus gratis bisa saja tidak mendidik. Hanya saja, inilah komitmen Pemda Jakarta terhadap pendidikan. Bus gratis sebagai gambaran bahwa Pemda benar-benar memberi perhatian tinggi dalam dunia pendidikan.
Komitmen itu terlihat jelas. Orang miskin bisa sekolah karena ada sekolah gratis. Orang miskin bisa memberangkatkan anak ke sekolah karena ada bus gratis. Tidak ada alasan tidak ada uang transpor untuk berangkat ke sekolah. Tidak ada alasan tidak bisa sekolah karena tidak mampu membayar karena sudah ada sekolah gratis. Sisi positifnya yang harus dilihat.
Persoalan mendidik atau tidak mendidik adalah bagaimana cara menyadarkan siswa.
Persoalannya bukan bayar, tidak bayar atau gratis. Masalahnya, bagaimana menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan umum, kepentingan bersama maupun kepentingan diri sendiri.
Proses ini bukan soal bus sekolah gratis atau tidak gratis, tapi harus ditumbuhkan di sekolah, masyarakat dan lebih-lebih di rumah. Di rumah merupakan waktu yang paling panjang anak bersama orang tua atau keluarga. Rasa memiliki dan rasa tanggung jawab proses penyadarannya panjang, mulai kecil dan tidak sesaat dengan bus gratis atau tidak gratis.
Saturday, July 21, 2007
Tidak Mendidik ?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment